Tourism & Community Development: Traveling for People or Places?

10400745_23922359557_5963_n

What do you remember after your traveling days?

If we relate this question to my traveling lifestyle then my answers would be combination of ‘meeting old and new friends’, ‘business purpose’, ‘experimental travel’, ‘world exploration’ , and ‘volunteer for a cause’.  I am pretty sure your answer would be different or maybe similar like mine.

As a person who has field experience and luckily once attended formal course in Ecotourism, I have benefits to be more knowledgeable in Ecotourism concept than my other fellow travelers. As I mentioned before, ecotourism is most likely only accepted as tourism based in nature. This perspective would not only hurt local people but also blind our perspectives to be a responsible traveler/tourist. For example: Do you remember vandalism act at Mount Fuji? YEP, I figure!

In tourism business, local people have been seen as ‘just people‘ or maybe ‘tourist commodity‘. But we can act differently! We can start making simple conversation with them. Leave our ego back home since we are at their homeplace.  Be nice. Be gentle. Try to understand them. We can start buying local products and live like locals. Try to blend into our surroundings like chameleons.

“Travel with your heart NOT with your ego”

For more than 4 years, I visited this remarkable place for a seasonal volunteering job in Buton Island of Southeast Sulawesi, Indonesia. Samsudin, my field assistant who is also a local guide always said this in the end of the season before I am back to Java.

He said, “Remember us”

It would be things that will be always in my mind. This is because the best experience in a journey would be with the people not the places. It is people who made the biggest impression on the road. Even though it seems us, the visitors, who reap all the tourism benefits but actually it is them who grow more as part world community. Our tiny contribution as responsible traveler matter for them.

The photo is from my batting night as volunteer on the first year with Operation Wallacea in 2006. Wonderful night for catching many forest bats together with my project leader, friends from GEF/World Bank Scholarship,  and of course my local guides, Samsudin & Herman. Photo courtesy of Emma Yustikasari.


Pariwisata dan Pembangunan Masyarakat: Berwisata demi Masyarakat Setempat atau Lokasi Wisata?

Apa yang kamu ingat setelah kembali dari sebuah perjalanan?

Jika kita mengaitkan pertanyaan ini dengan gaya perjalanan saya maka saya akan menjawabnya kombinasi antar ‘bertemu teman lama dan lama‘, ‘tujuan bisnis‘, ‘perjalanan eksperimental‘, ‘eksplorasi dunia’, dan ‘bertujuan menjadi sukarelawan’. Saya yakin jawaban kalian akan berbeda atau mungkin serupa dengan jawaban saya.

Sebagai seseorang yang memiliki pengalaman lapangan dan beruntung pada suatu kali menghadiri kuliah Ekoturisme secara formal, saya memiliki keuntungan lebih mengetahui konsep Ekoturisme dibandingkan teman-teman pejalan lainnya. Seperti yang telah saya sebutkan sebelumnya, ekoturisme saat ini masih hanya dianggap sebagai pariwisata berbasis alam. Perspektif ini tidak hanya akan melukai masyarakat lokal tapi juga membutakan pandangan kita untuk menjadi pejalan/turis yang bertanggungjawab. Sebagai contoh: Apakah kalian ingat dengan aksi vandalisme di Gunung Fuji? YA, saya rasa kalian ingat!

Dalam bisnis pariwisata, masyarakat lokal telah dianggap  sebagai ‘hanya masyarakat biasa’ atau mungkin ‘komoditas pariwisata’. Tapi kita dapat berbuat sesuatu yang berbeda! Kita dapat memulai pembicaraan sederhana dengan mereka. Tinggalkan ego kita di ruma karena saat ini kita berada di tempat kediaman mereka. Jadilah baik. Jadilah lemah lembut. Cobalah untuk  mengerti keberadaan mereka. Kita dapat mencoba membeli produk lokal dan juga hidup seperti masyarakat lokal.  Cobalah untuk membaur dengan sekeliling kita seperti bunglon.

Berjalanlah dengan hati BUKAN dengan ego”

Selama lebih dari 4 tahun, saya mengunjungi suatu tempat untuk melakukan pekerjaan sukarela musiman di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara, Indonesia. Samsudin, asisten lapangan sekaligus pemandu lokal selalu berkata ini di akhir musim sebelum saya kembali pulang ke Tanah Jawa.

Dia berkata, “Ingatlah kami”

Perkataan ini akan selalu berada di pikiran saya. Ini karena pengalaman terbaik dalam sebuah perjalanan adalah ketika bersama masyarakat bukan tempat yang kita tuju. Masyarakatlah yang membuat kesan terbesar selama kita berada di perjalanan. Walaupun tampaknya kita, sang pengunjung, yang mendapatkan seluruh keuntungan berwisata tapi sebenarnya merekalah yang lebih berkembang daripada kita sebagai bagian komunitas dunia. Kontribusi kita sebagai pejalan bertanggungjawab sangatlah berarti bagi mereka.

Foto di atas adalah foto bersama teman-teman Staf Operation Wallacea dan Mama Iwan, pemilik rumah home-stay kami selama tinggal di Desa Labundo-bundo, Pulau Buton (2012).


Cek juga tulisan WTD2014 dari teman-teman Travel Blogger Indonesia.
This post Tourism & Community Development: Traveling for People or Places? appeared first on www.felicialasmana.com and written to celebrate WTD 2014

Advertisement

2 Comments

  1. mumun indohoy says:

    Wah pengen banget ikut program Wallacea ini. Masih ada ga sih tahun depan?

    Like

    1. Felly says:

      tiap tahun ada tapi keknya klo jalur swasta agak mahal :D
      kecuali jadi staff dan jadi mahasiswa

      Like

Leave a Comment

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.